Kasus perceraian sejak masa pandemi ini semakin tinggi dan meningkat didaftarkan ke pengadilan agama maupun pengadilan Negeri.
Mulai bersama dengan alasan ekonomi, Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT, perselingkuhan, lebih-lebih yang menikah tanpa ada alasan jelas dan condong dibuat-buat pun juga banyak yang didaftarkan dan di dampingi pengacara perceraian jakarta utara.
Berdasarkan knowledge dari Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, terhadap tahun 2021 tidak cukup lebih terdapat 3752007 gunakan rumah tangga menentukan bercerai di tahun 2021 dari seluruh Indonesia.
Adapun masalahnya pun sangat kompleks sedang umur pernikahan pun juga beragam.
Tidak luput perceraian terhadap pasangan rumah tangga umur dini atau muda-mudi pun juga cukup banyak terjadi GanSis. Pernikahan yang baru seumur jagung terpaksa kandas sebab pada satu serupa lain belum masak dari aspek mental maupun finansial.
Tentu sangat disayangkan ya GanSis lihat pernikahan yang memang dikerjakan bersama dengan obyek membangun rumah tangga tetapi perlu kandas dan akhirnya muncul masalah-masalah baru sebab banyaknya masalah perceraian.
Sebenarnya entah disadari atau tidak, perceraian di dalam rumah tangga itu tidak cuma mengorbankan perasaan pada dua orang suami atau istri GanSis.
Perceraian juga mengorbankan sebagian orang yang selayaknya tidak jadi korban.
Siapa saja korban dari perceraian di di dalam sebuah rumah tangga?
- Anak
Jika sebuah rumah tangga mengalami perpecahan diakibatkan sebab terdapatnya perceraian dan keluarga tersebut terdiri atas suami, istri, dan anak, maka anaklah yang dapat jadi korban dari orang tuanya.
Sebaik-baiknya perpisahan atau perceraian tentu dapat sebabkan anak terasa bingung, trauma, dan kekurangan kasih sayang. Kebanyakan anak-anak yang orang tuanya bercerai mereka dapat memperoleh kasih sayang yang tidak cukup utuh dari ke dua orang tuanya sebab memang ke dua orang tuanya sudah tidak ulang tinggal di dalam satu atap.
Ditambah anak dapat semakin jadi korban selagi ke dua orang tuanya yang sudah bercerai menentukan untuk menikah ulang tiap-tiap dan sang anak dititipkan ke kakek neneknya. Ini sangat menyakitkan bagi anak-anak korban perceraian orang tua.
- Orang Tua
Saat seorang laki-laki dan perempuan sudah mengikat janji di dalam pernikahan maka orang tua dari ke dua belah pihak sudah jadi keluarga.
Apa jadinya kecuali perceraian terjadi?
Maka ke dua keluarga yang pada awalnya baik-baik saja dapat terjadi gesekan sebab anak-anak mereka tidak ulang bersama.
Bisa jadi sebab terdapatnya perceraian kini ke dua orang tua dari ke dua belah pihak saling membenci dan tidak saling sapa. Mereka adalah korban dari perceraian anak-anak mereka.
- Diri Sendiri
Entah seniat atau sejengkel apa-pun sepasang suami istri menentukan untuk bercerai dan jadi mantan suami istri, mereka dapat senantiasa jadi korban atas ketetapan mereka sendiri GanSis.
Meniatkan diri untuk menikah, menjalin rumah tangga, maka mereka juga perlu jelas tanggung jawab dan dampak sehabis menikah.
Jika mereka tidak mampu mempertahankan rumah tangga sebab satu dan sebagian alasan itu pertanda mereka belum mampu bertanggung jawab atas ketetapan yang sudah mereka ambil.
Mungkin perihal ini tidak berlaku bagi perceraian sebab terdapatnya KDRT ya GanSis, meskipun KDRT sendiri tentunya juga ada alasan yang melatarbelakangi meskipun itu tidak mampu dibenarkan juga.
Maka menentukan untuk bercerai adalah mengorbankan diri sendiri untuk ulang hidup tanpa pasangan, dan juga menghindar perasaan sakit sebab gagal di dalam membangun rumah tangga sesuai impian.